Pertama, harus menyadari bahwa datangnya bencana banjir murni
akibat kesalahan manusia itu sendiri. Namun Hikmahnya, supaya sejak dini kita
dapat membenahi diri hingga menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Kedua, belajar mencintai dan menjaga kelestarian alam agar
terciptanya ke-seimbangan eko sistem alam secara berkesinambungan. Hingga
dengan begitu, secara syariat kita telah berupaya mengantisipasi atau
meminimalisir tejadinya bencana yang kita tidak harapkan.
Ketiga, tidak saling menyalahkan, tapi harus saling memberikan
solusi dalam mengatasi persoalan banjir. Karena persoalan ini tidak cukup hanya
kita bebankan kepada pemerintah saja, tapi juga harus ada kesadaran serta
tanggungjawab semua pihak.
Keempat, segala sesuatu yang kita miliki, sesungguhnya merupakan
titi-pan. Hingga kapan saja. Dimana saja Allah dapat mengambilnya tanpa
pemberitahuan sebelumnya. Sebagai-mana rangkaian kalimat istirja’ yaitu:
“Inna-lillaahi Wainna ilaihi raaji’un” Sesung-guhnya semuanya milik Allah, maka
akan kembali kepada-Nya jua.Hingga kita tidak lagi memikirkan sesuatu yang
telah lenyap dari geng-gaman kita, agar hati kita menjadi tenang, sabar serta
tetap tawakal,
Lagi pula di balik bencana banjir,
ka-dang malah dapat memberi keber-kahan bagi saudara-saudara kita. Se-perti
parapedagang payung, jas hujan, penawar jasa payung, penga-ngkut barang melaui
ban serta gerobak dorongnya. Hal ini merupakan cara Allah dalam mengatur
rotasipembagian rejeki.
Subhanallah! Sungguh apa yang Allah
ciptakantak ada satu-pun yang sia-sia, apabila kita menerimanya dengan penuh
kesabaran, kesadaran serta keikhlasan serta berupaya ingin melakukan perbaikan.
KESIMPULAN
Bencana banjir sesungguhnya tidak
akan terjadi, apabila kita menyadari bahwa pentingnya menjaga lingkung-an
dengan baik, serta melestarikan alam secara berkesinambungan. Lagi pula Allah
SWT menurunkan hujan, tentu telah disesuaikan dengan kebutuhan dan daya tampung
bumi. Sesuai dengan firman-Nya:
“Dan yang menurunkan air dari langit menurut
kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati,
seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Az-Zukhruf,
(43):11)
Ayat ini
menegaskan, bahwa sejak dulu hingga kini hujan diturunkan berdasarkan kafasitas
yang telah dise-suaikan dengan kebutuhan ragam ke-hidupan hayati. Jadi kalaupun
terjadinya banjir, murni akibat kesalahan manusia itu sendiri yang kerap
mela-kukan kerusakan di muka bumi (Human error). Wallahu ‘alam bis-shawab.
Hukuman bagi perusak lingkungan hidup
Hingga kini, kejahatan lingkungan
masih terus berlangsung. Banyaknya bencana yang ditimbulkan seolah-olah
dianggap angin lalu. Pelaku perusakan lingkungan tidak menyadari dampak
kerusakan lingkungan lebih kejam dari kejahatan lainnya, sebab kejahatan jenis
ini terkadang menimbulkan dampak yang tak terduga, terkait intensitas, jangka
waktu, maupun luasnya area yang terkena. Oleh karena itu penjahat lingkungan
perlu dihukum berat.
Dalam UU
Nomor 23 tahun 2009 tersebut diatas, hukuman terberat bagi perusak lingkungan
hidup adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Selain itu, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan
tata tertib berupa : (a) perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana; (b) penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; (c)
perbaikan akibat tindak pidana; (d) pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak; dan/atau (e) penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3
(tiga) tahun.
Namun kenyataannya, ancaman pidana tersebut belum mempunyai efek jera, terbukti masih terus berulangnya kejadian perusakan lingkungan tersebut. Mungkin hal ini disebabkan belum pernah ada yang dipidana maksimal, atau belum efektifnya proses penegakan hukum lingkungan.
Namun kenyataannya, ancaman pidana tersebut belum mempunyai efek jera, terbukti masih terus berulangnya kejadian perusakan lingkungan tersebut. Mungkin hal ini disebabkan belum pernah ada yang dipidana maksimal, atau belum efektifnya proses penegakan hukum lingkungan.
Huda (2011)
menyatakan bahwa ketidak-efektifan tersebut bisa terjadi sejak tahap formulasi
(tahap dimana peraturan dibuat, dirumuskan, dan ditetapkan oleh lembaga
legislatif), maupun pada tahap penerapannya. Pada tahap penerapan, proses
penegakan hukum lingkungan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
dominasi kekuasaan, intervensi kekuasaan, intervensi politik, mafia peradilan,
konflik kepentingan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat, merosotnya
kinerja peradilan dalam menangani masalah lingkungan hidup, dan ketergantungan
penerapan hukum pidana pada hukum administratif.
Faktor lain juga yang mempengaruhi penegakan hukum lingkungan yaitu dari sisi kualitas aparat penegak hukum yang dapat dikatakan belum menguasai seluk beluk hukum lingkungan, bahkan mungkin pengenalan terhadap hukum lingkungan sangat kurang. Disamping itu, belum adanya spesialisasi dibidang ini. Belum ada jaksa khusus bidang lingkungan, belum ada polisi khusus lingkungan, apalagi patroli khusus yang terus menerus memantau masalah lingkungan, sebagaimana halnya di Belanda.
Faktor lain juga yang mempengaruhi penegakan hukum lingkungan yaitu dari sisi kualitas aparat penegak hukum yang dapat dikatakan belum menguasai seluk beluk hukum lingkungan, bahkan mungkin pengenalan terhadap hukum lingkungan sangat kurang. Disamping itu, belum adanya spesialisasi dibidang ini. Belum ada jaksa khusus bidang lingkungan, belum ada polisi khusus lingkungan, apalagi patroli khusus yang terus menerus memantau masalah lingkungan, sebagaimana halnya di Belanda.
Mitigasi bencana
Mitigasi bencana adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan
dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika
bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan
mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian
resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah
daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability)
dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada
karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya..
Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian yang mempunyai potensi
untuk menyebabkan terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau
kehilangan harta benda. Bahaya ini bisa menimbulkan bencana maupun tidak.
Bahaya dianggap sebuah bencana (disaster) apabila telah menimbulkan korban dan
kerugian.
Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.
Jenis-jenis kerentanan :
1. Kerentanan Fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah.
2. Kerentanan Sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.
3. Kerentanan Mental : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya.
Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut :
Risk (R) = H xV/ C
Keterangan => R : Resiko Bencana
H : Bahaya
V : Kerentanan
C : Kapasitas
Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain :
1.Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah
longsor
2.Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.
3.Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana. 4.Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.
5.Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.
6.Dan lain-lain
Kerentanan (vulnerability) adalah rangkaian kondisi yang menentukan apakah bahaya (baik bahaya alam maupun bahaya buatan) yang terjadi akan dapat menimbulkan bencana (disaster) atau tidak. Rangkaian kondisi, umumnya dapat berupa kondisi fisik, sosial dan sikap yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam melakukan pencegahan, mitigasi, persiapan dan tindak-tanggap terhadap dampak bahaya.
Jenis-jenis kerentanan :
1. Kerentanan Fisik : Bangunan, Infrastruktur, Konstruksi yang lemah.
2. Kerentanan Sosial : Kemiskinan, Lingkungan, Konflik, tingkat pertumbuhan yang tinggi, anak-anak dan wanita, lansia.
3. Kerentanan Mental : ketidaktahuan, tidak menyadari, kurangnya percaya diri, dan lainnya.
Kapasitas (capacity) adalah kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya). Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Resiko bencana (Risk) adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. , akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang bersangkutan.
Menghitung Resiko bencana di suatu wilayah berdasarkan pada penilaian bahaya, kerentanan dan kapasitas di wilayah tersebut. Menghitung resiko bencana menggunakan persamaan sebagai berikut :
Risk (R) = H xV/ C
Keterangan => R : Resiko Bencana
H : Bahaya
V : Kerentanan
C : Kapasitas
Setelah melakukan resiko bencana, yang harus kita lakukan ialah melakukan tindakan untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi kerentanan dan menambah kapasitas sebuah daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menguarangi resiko bencana antara lain :
1.Relokasi penduduk dari daerah rawan bencana, misal memindahkan penduduk yang berada dipinggir tebing yang mudah
longsor
2.Pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi penduduk di sebuah daerah.
3.Pengkondisian rumah atau sarana umum yang tanggap bencana. 4.Bangunannya relatif lebih kuat jika dilanda gempa.
5.Penciptaan dan penyebaran kearifan lokal tentang kebencanaan.
6.Dan lain-lain
EmoticonEmoticon